Skip to main content
Rehabilitasi

BNNK LUMAJANG OPTIMALKAN TIM ASESMEN TERPADU UNTUK PULIHKAN PECANDU NARKOBA

Dibaca: 15 Oleh 11 Mar 2019November 29th, 2020Tidak ada komentar
MELALUI RAPAT KOORDINASI, BNNK LUMAJANG OPTIMALKAN REHABILITASI PENYALAH GUNA NARKOTIKA

Setiap tahun peredaran narkotika mengalami peningkatan, baik jumlah kasus yang diungkap maupun jenisnya. Bahkan saat ini negara  kita dikategorikan sedang dalam keadaan darurat narkotika.

Penanganan terhadap penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) pun terus berevolusi. Selain pemberantasan jaringan peredaran gelap narkotika, BNN juga fokus penanganan rehabilitasi bagi pemakai yang tertangkap tangan dan berurusan dengan hukum di pengadilan.

Melalui Tim Asesmen Terpadu (TAT) yang terdiri dari unsur dokter (kedokteran medis dan psikologis) dan tim hukum (kepolisian, kejaksaan, BNN serta bagian hukum dan HAM/lapas), nasib pemakai narkotika bisa dibedakan antara pengedar dan pecandu.

“TAT menjadi ujung tombak dalam menentukan apakah penyalahgunaan narkotika termasuk dalam kualifikasi pecandu atau korban penyalahgunaan. Ini akan sangat berpengaruh dalam pencegahan penyalahgunaan narkotika,” kata AKBP Indra Brahmana, kepala BNN Kabupaten Lumajang, ketika ditemui disela kegiatan TAT di kantornya, Senin (11/3).

TAT berposisi sebagai asesor yang memiliki tugas  memberikan rekomendasi bagi hakim mengenai tingkat ketergantungan  narkotika dan keterlibatan tersangka pada tindak pidana narkotika. Sehingga, melalui rekomendasi TAT, penindakan terhadap penyalahgunaan narkotika bisa diklasifikasikan dan disesuaikan. Namun, akhir dari keputusan hukum tetap berada di tangan hakim yang mengadili kasus tersebut. “Karena fokus BNN adalah bagaimana korban narkotika bisa direhabilitasi. Berbeda misalnya dengan pecandu atau pengedar dalam penindakan hukumnya,” imbuhnya.

Tidak semua kasus penyalahgunaan narkotika bisa melalui TAT. Ada beberapa kualifikasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika yang terjerat hukum dan disidangkan dengan indikator barang bukti. Yaitu untuk kasus sabu-sabu di bawah 1 gram, ekstasi 8 butir dan ganja 5 gram.

Adanya indikator tersebut sebagai upaya dalam melindungi masa depan korban penyalahgunaan narkotika. Sehingga sanksi hukumnya tidak sama dengan pecandu, apalagi pengedar. “Rehabilitasi menjadi cara bagi para korban tersebut. Lewat TAT inilah nasib mereka bisa diselamatkan,” ujar Indra.

Karena, lanjut Indra, tidak semua penyalahgunaan narkotika, terutama korban, harus dihukum sesuai regulasi, yaitu hukuman penjara. (yud)

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel